Selamat Datang dalam komunitas Kami....

Minggu, 21 Februari 2010

Lensa Menuju Profesionalisme

Pacet, kesungguhan dari para personil Lensa, untuk bisa menjadi sebuah komunitas yang profesional, mandiri dan selalu berupaya untuk memberi yang terbaik bagi anggota dan masyarakat bukan hanya isapan jempol belaka. Hal ini dibuktikan dengan komitmen mereka untuk membuat sebuah badan hukum yang legal bagi berdirinya lensa ini. Dan bukan hanya sebatas itu saja, komunitas arek-arek Mojokerto yang dikomandani oleh Kamituo Isna telah sepakat untuk mendirikan sebuah bidang usaha yang bergerak dalam bidang internet dan tehnologi informasi.

Dalam rapat yang diadakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 di rumah Kang Yunus, salah seorang anggota Lensa di dusun Treceh, desa Sajen, kec Pacet Mojokerto. Para anggota telah sepakat memilih Kang Wiguk (Andrian Wiguk Arifianto) sebagai manager untuk menjalankan roda bisnis ini. Kang Wiguk dipilih dengan pertimbangan karena beliau telah lama berkecimpung dalam dunia bisnis selama tinggal di Surabaya, atas modal pengalaman tersebut diharapkan beliau bisa membawa usaha ini maju pesat seperti cita-cita semula.

Rapat besar yang ditandai dengan turunnya hujan yang sangat lebat ini dihadiri oleh kesembilan anggota inti, yakni Kang Isna sebagai Kamituo Lensa, Kang Anshor, Kang Taufik, Kang Demes, Kang wiguk, Kang Purwanto, Kang Santoso, Kang Ali Nasikh, serta Kang Yunus selaku tuan rumah.

Sebagai penutup rapat, dilakukan pertandingan ekshibisi futsal oleh anggota dengan dibantu oleh Kang Sukir. “Pertandingan ini sendiri memiliki arti yang sangat besar bagi keberadaan Lensa, itu merupakan simbol dari semangat Lensa untuk menciptakan gol demi gol untuk kejayaan kita bersama, artinya Lensa secara kontinyu (istiqomah) akan senantiasa mewujudkan beberapa tujuannya untuk kemakmuran kita bersama, baik anggota maupun masyarakat luas”, seperti yang disampaikan oleh Kang Isna, selaku Kamituo Lensa. Bravo Lensa.

Rabu, 17 Februari 2010

Sejarah Lahirnya LENSA

Pada awalnya, komunitas ini terbentuk karena kebiasaan kumpul-kumpul kami baik saat ngopi bersama ataupun cangkrukan bareng guna melepas penat setelah aktivitas yang kami lakukan. Dalam saat-saat seperti itu, biasanya kami betah banget ngobrol ngalor ngidul, baik obrolan-obrolan ringan penuh canda tawa sampai diskusi mengenai berbagai persoalan yang melanda negeri kita tercinta. Dari situlah akhirnya, kami memiliki semangat untuk bisa melakukan perubahan besar dalam kehidupan ini, tentu saja perubahan untuk menuju sesuatu yang lebih baik. Karena kami meyakini, bahwa hanya dengan melakukan "sesuatu" yang bermanfaat bagi ummat,kami merasa bahwa kami hidup.

Lantas, tepat pada hari Jum'at, 5 Februari 2010 di warung nasi pecel, di pasar Pacet, setelah kami futsal bareng dan berendam di air panas Padusan Pacet, kami sepakat untuk membentuk komunitas ini menjadi sebuah komunitas yang lebih profesional serta memiliki visi dan misi yang lebih jelas bukan sekedar cangkrukan tanpa arah dan tujuan yang jelas.




Dengan disaksikan oleh ibu pemilik warung nasi pecel yang selalu senyam-senyum menahan tawa menyaksikan kami berceloteh, berdiskusi mengenai nama dan visi ke depan dari komunitas ini. Dengan disertai hujan yang turun serta hangatnya wedang jahe atau susu hangat, akhirnya nama yang pas telah kami sepakati, yakni BLOK-A nine stars yang memiliki arti kelompok manusia unggulan ("A" diartikan sebagai yang pertama, yang terbaik, unggul serta singkatan dari aswaja, ahlu sunnah wal jamaah) serta nine stars yang berarti kelompok ini terdiri dari 9 anggota inti. Angka sembilan dipilih dengan tujuan agar komunitas ini mendapatkan barokah dari para aulia, wali songo juga atas pertimbangan bahwa angka sembilan adalah angka yang memiliki nilai tertinggi, angka sempurna. Harapan kami, komunitas ini akan mampu menyempurnakan perjalanan hidup kami, para anggotanya juga masyarakat sekitarnya.

Dan pada saat itu juga kami, sepakat memilih Kang Isna sebagai Kamituo-nya. Kamituo adalah sebutan kami untuk ketua komunitas dan setiap anggotanya dipanggil dengan sebutan "Kang" di depan namanya. Mungkin kelihatan ndeso tetapi justru inilah yang kami cari karena dari grass root, akar rumput bawah inilah kami ingin tumbuh.



Pada akhirnya, hari Senin, tanggal 15 Februari 2010 atas pertimbangan beberapa anggota yang mengatakan bahwa nama "blok-A" terkesan seperti nama blok pada perumahan atau blok pada pasar akhirnya kami sepakat untuk mengganti nama komunitas kami menjadi LENSA singkatan dari Locus of The Nine Stars for Aswaja.

Semoga pergantian nama ini akan menjadikan komunitas ini (LENSA) menjadi lebih baik, lebih fokus dalam mewujudkan impian demi impiannya sehingga bisa dirasakan benar manfaatnya, baik oleh anggota maupun masyarakat sekitarnya. Bravo LENSA...

Kearifan Emas

Seorang pemuda mendatangi Zun Nun, dan bertanya,"Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sederhana. Bukankah saat seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat diperlukan, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain.

Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata,"sobat muda, akan aku jawab pertanyaanmu tetapi lebih dulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan jual di pasar di seberang jalan sana. Bisakah kamu menjualnya dengan harga satu keping emas?".

Melihat cicin Zun Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. "Satu keping emas? saya tidak yakin cincin ini laku terjual segitu".

"Cobalah dulu, sobat muda, siapa tahu kamu akan berhasil".

Pemuda itupun langsung bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, juga kepada yang lainnya. Ternyata tak seorangpun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tidak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Iapun kembali ke padepokan Zun Nun dan melapor,"Guru tak seorangpun berani menawar dengan harga lebih dari satu keping perak".

Zun Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata,"Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas disana, jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberi penilaian".

Pemuda itupun pergi ke toko emas yang dimaksud dan ia kembali kepada Zun Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor,"Guru, ternyata para pedagang emas di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas".

Rupanya cincin ini bernilai seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh pedagang di pasar.

Zun Nun, tersenyum simpul sambil berkata lirih, "Itulah jawaban dari pertanyaanmu, sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya, hanya "para pedagang kain, sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian namun tidak dengan "pedagang emas".

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan kita lihat sepintas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat loyang ternyata emas".
Diposkan oleh blok - A the nine stars di 17:07 1 komentar